LIPPSU Endus Dugaan Gratifikasi 25% dalam Renovasi Lapangan Tenis Unimed


hariantoday.com,MEDAN- 
Lembaga Independen Pemerhati Pembangunan Sumut (LIPPSU) kembali menyoroti Proyek renovasi lapangan tenis Universitas Negeri Medan (Unimed) diduga menjadi objek korupsi dengan pagu anggaran Rp. Rp 13.529.001.000 untuk tahun anggaran 2025.

"Sampai saat ini belum ada titik terang, ke mana wujud kasus itu, apakah didiamkan atau sengaja dikaburkan untuk tujuan tertentu, diduga disini ada gratifikasi suap hingga 25%" kata Ari panggilan Azhari AM Sinik Senin (29.12).

Berdasarkan analisis data yang diperoleh LIPPSU, dua proyek infrastruktur di lingkungan perguruan tinggi negeri Sumatera Utara tengah disorot publik. 

Renovasi Lapangan Tenis Universitas Negeri Medan (Unimed) dan pembangunan pagar Kampus V Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) dinilai menyimpan sejumlah kejanggalan yang berpotensi merugikan keuangan negara dan kepentingan masyarakat.

Lembaga swadaya masyarakat, aktivis antikorupsi, hingga mahasiswa turun tangan mengungkap dugaan penyimpangan yang belum sepenuhnya terjawab oleh aparat penegak hukum.

Proyek renovasi Lapangan Tenis Unimed Tahun Anggaran 2025 dengan pagu Rp13,52 miliar menjadi pintu masuk sorotan. Berdasarkan data lelang, proyek yang bersumber dari Badan Layanan Umum (BLU) itu dimenangkan CV Surya Pantai Timur (SPT) dengan nilai kontrak Rp9,74 miliar, sementara Harga Perkiraan Sendiri (HPS) tercatat Rp12,49 miliar.

Selisih lebih dari Rp2,7 miliar atau sekitar 22 persen dari HPS dinilai tidak lazim untuk proyek konstruksi.

Direktur Eksekutif LIPPSU, Ari panggilan akrab Azhari AM Sinik menyebut penawaran yang turun lebih dari 20 persen memang diperbolehkan, namun memunculkan kewajiban prosedural yang ketat.

“Dalam kondisi seperti ini, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wajib melakukan Analisis Harga Satuan (AHS) secara rinci. Selain itu, penyedia seharusnya diminta menambah jaminan pelaksanaan sebesar 5 persen dari nilai HPS. Pertanyaannya, apakah kewajiban ini dijalankan?” ujar Ari.

Temuan lain yang dinilai janggal adalah dua peserta lelang lain, PT Rama Kasih Sempurna dan CV Adan Prakarsa, yang memiliki nilai penawaran sama persis hingga satuan rupiah. Kondisi tersebut memunculkan dugaan persekongkolan tender, baik horizontal maupun vertikal.

Lebih jauh, papan proyek di lokasi tidak mencantumkan batas waktu pengerjaan, yang seharusnya menjadi informasi wajib bagi publik.

Kejanggalan ini memicu aksi Asosiasi Pemuda Mahasiswa Sumatera Utara (Aspema Sumut) yang menggelar unjuk rasa di depan Polda Sumut, 11 Desember 2025. Mereka menuntut audit menyeluruh terhadap dokumen RAB, HPS, BOQ, serta audit fisik dan mutu pekerjaan.

Aspema juga menyoroti dugaan kelalaian penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), di mana pekerja di lapangan disebut tidak menggunakan alat pelindung diri (APD).

“Kami mendesak semua pihak yang terlibat, mulai dari PPK, pokja lelang, hingga rekanan, diperiksa. Tidak boleh ada yang kebal hukum,” tegas Ketua Aspema Sumut, Syahmurad.

Pihak Unimed melalui PPK Muslim menyatakan proyek masih berjalan sesuai spesifikasi, sementara Humas Unimed menegaskan seluruh proses telah mengikuti regulasi. Namun, penjelasan detail terkait kesamaan nilai penawaran dan mekanisme evaluasi lelang belum diungkap ke publik.

Sorotan serupa terjadi pada proyek pembangunan pagar tembok Kampus V UINSU di Desa Sena, Kecamatan Batang Kuis, Deli Serdang. Proyek senilai Rp28,1 miliar yang dikerjakan PT Daffa Buana Sakti itu diduga melampaui batas lahan resmi dan menyerobot jalan umum.

Koordinator Masyarakat Anti Rasuah (MARKAS), Hilman Siregar, menyebut pembangunan pagar diduga tidak sesuai Penetapan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam terkait batas lahan.

“Di lapangan, akses jalan warga menyempit, plank proyek tidak ditemukan, dan ada dugaan bangunan belum mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG),” ungkap Hilman.

MARKAS menilai Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara harus segera turun tangan karena proyek ini menyangkut kepentingan publik dan kepastian hukum.

Dua proyek berbeda, dua kampus negeri, namun menunjukkan pola serupa: minimnya transparansi, lemahnya pengawasan, dan kuatnya dugaan pelanggaran prosedur. Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari aparat penegak hukum terkait tindak lanjut penyelidikan atas kedua kasus tersebut.

Publik kini menanti, apakah temuan-temuan ini akan berujung pada penegakan hukum, atau justru kembali menguap di tengah tumpukan proyek negara bernilai miliaran rupiah. (Har)

Posting Komentar

0 Komentar